Kora-kora


Langit di malam itu bersinar cerah, menampakkan bintang-bintang yang berkedip indah. Malam yang tidak seperti biasanya di bulan penghujan. Malam itu juga merupakan malam hari di pertengahan bulan di akhir tahun. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kota pelajar ini kembali mengadakan kegiatan pasar malam sebagai salah satu rangkaian acara tahunan kota.

Ponselku berdenting beberapa kali. Memecahkan keheningan dan juga lamunan malam. Hanya beberapa pesan singkat yang muncul di layar. Ajakan untuk pergi mengunjungi pasar malam. Tanpa berpikir dua kali, langsung kuketik balasan mengiyakan. Kapan lagi melaksanakan wacana? Dan dalam beberapa belas menit kemudian, kami sudah melenggang di jalan kota, menuju alun-alun, tempat pasar malam diadakan.

Keramaian sudah terlihat dari kejauhan alun-alun kota. Pandanganku mengedar, mengamati keadaan sekitar. Tumpukan baju maupun yang tergantung rapi memenuhi bagian depan pasar malam berhasil menarik perhatian. Ah, inikah yang dinamakan awul-awul. Terlihat puncak-puncak wahana permainan dari kejauhan pula. Serta histeria pengunjung yang terasa menguat.

Kami berjalan menuju tengah alun-alun, mendekati salah satu wahana permainan yang ada. Terlihat banyak orang berhenti, berdiri dan menatap wahana yang ada di hadapannya. Kami pun turut serta berhenti dan memandang wahana fenomenal pasar malam. Kora-kora.

“Ayo naik itu,” kataku. Dan kemudian dua tiket untuk naik wahana kora-kora sudah berada di tangan kami.

Jerit-jeritan histeris terdengar begitu jelas. Kapal di hadapan kami berayun-ayun kencang selama beberapa menit, sebelum akhirnya perlahan memelan dan kemudian berhenti. Aku menatap antusias wajah-wajah yang turun dari kapal. Lihatlah, muka mereka ketakutan. Aku tertawa kecil, membayangkan betapa menakutkan serta semenyenangkan apakah rasanya. Begitu penumpang baru dipersilahkan untuk masuk, langsung saja kutarik lengannya agar segera menaiki kapal.

Ah, sayang sekali, keinginanku 'tuk duduk di ujung kapal harus kandas karena sudah didahului oleh orang lain. Kursi yang tersisa hanya berada di bagian tengah kapal. Ah, tak apalah, toh sensasinya juga akan sama saja. Kamipun segera duduk, memasang posisi terbaik untuk menikmati permainan.

Kapal mulai berayun ke depan dan belakang secara perlahan. Perlahan... perlahan... hingga kecepatannya mulai bertambah dan terus bertambah. Terkejut, tentu saja. Aku bisa merasakan diri ini berayun-ayun ke depan dan belakang. Jerit-jeritan mulai terdengar dari setiap penumpang, begitu juga denganku. Tanganku berusaha menggenggam erat pipa di kursi depan, bahkan tanpa sadar mengenggam erat jaket teman di sampingku. Rasanya menakutkan, aku bisa merasakan badanku sedikit terangkat setiap kali kapal berayun kencang.

Mendebarkan.

Aku memejamkan mata erat-erat—masih dengan tangan yang mengenggam ke arah mana saja serta mulut yang terus menjerit. Merasakan tiupan angin yang terasa kencang menerpa wajah. Aneh, meskipun terasa mendebarkan sekaligus menakutkan, aku bisa merasakan sedikit ketenangan dari sensasi ini. Perasaanku terombang-ambing.

Kapal pun mulai terasa memelankan ayunannya. Jeritan-jeritan juga sudah mulai memelan hingga akhirnya kapal berhenti dan pintu keluar terbuka. Kami semua segera berhamburan, berebut untuk turun dari kapal dengan jantung berdebar. Saling tertawa dengan gemetar. Begitu juga denganku yang langsung saja tertawa senang bercampur histeris ketika sudah menapakkan kaki di tanah.

“Pingin naik lagi,” kataku sambil tertawa yang langsung disambut dengan tatapan ‘mending-kita-naik-yang-lain-aja-deh’.

Kamipun melanjutkan perjalanan mengitari pasar malam ini. Menghabiskan malam dengan bereksplorasi bersama.

Dan saat ini, aku pun menyadari.

Terkadang perasaan kita sama seperti sedang bermain di wahana adrenalin—seperti kora-kora misalnya. Sedikit penasaran sebelum mencobanya, merasakan sedikit ketakutan saat sudah mencobanya, bahkan terasa terombang-ambing saat menikmatinya. Namun di sisi lain, kita bisa merasakan perasaan yang menyenangkan dan melegakan saat sudah mencobanya. Saat kita bisa menikmati setiap pacuan detak jantung disertai dengan hembusan angin yang menerpa—bukankah itu menyenangkan? Bahkan sesaat setelah selesai, tanpa sadar kita ingin mencobanya lagi. Candu.

Bukankah perasaan juga terkadang seperti itu?

Perasaan ini terasa sama seperti sensasi menaiki kora-kora.






Ya, kora-kora malam itu.



Meracau.





(ps: draft dari jaman dahulu kala. dibuang sayang :) )



sumber foto : google

Comments

Popular Posts